Kopi Lahir, Kebiasaan minum kopi telah menjadi bagian dari gaya hidup banyak orang di masa kini. Melewati hari tanpa secangkir kopi terasa seperti ada yang kurang. Di Indonesia, kebiasaan ini terlihat dari meningkatnya konsumsi kopi di kalangan masyarakat serta menjamurnya gerai-gerai kopi di berbagai sudut kota. Bagi para penikmat kopi, ada baiknya mengucapkan terima kasih kepada dunia Islam. Sebab melalui merekalah kopi pertama kali diperkenalkan sebagai minuman di dunia.

Pendahuluan: Kopi dan Peradaban Islam
Kopi, minuman penyemangat yang kini menjadi bagian gaya hidup tak terpisahkan dari gaya hidup global, ternyata memiliki akar sejarah yang kuat dalam peradaban Islam. Banyak yang belum tahu bahwa kopi pertama kali digunakan sebagai minuman spiritual oleh kaum sufi di Yaman untuk membantu mereka tetap terjaga saat berzikir dan beribadah malam. Namun, meski kopi lahir dari budaya Islam, pada satu masa, warga Mekkah justru sempat dilarang minum kopi.
Bagaimana bisa minuman yang berasal dari dunia Islam malah dilarang di kota suci umat Muslim? Mari kita telusuri sejarah unik ini.
Asal-Usul Kopi: Dari Sufi ke Seluruh Dunia
Ditemukan di Ethiopia, Dikembangkan di Yaman
Sejarah kopi diyakini bermula dari wilayah pegunungan Ethiopia, tempat di mana legenda Kaldi, seorang penggembala kambing, melihat kambing-kambingnya menjadi lebih aktif setelah memakan buah kopi. Namun, buah kopi baru diolah sebagai minuman secara sistematis oleh kaum sufi di Yaman, sekitar abad ke-15.
Kaum sufi menemukan bahwa minuman dari rebusan biji kopi membantu mereka tetap terjaga dalam dzikir malam dan ibadah panjang. Minuman ini kemudian dikenal sebagai qahwa, istilah Arab yang awalnya berarti “minuman pengusir kantuk”.
Penyebaran ke Dunia Islam
Dari Yaman, kopi menyebar cepat ke Mekkah, Madinah, Kairo, dan Damaskus. Masjid menjadi tempat awal berkembangnya budaya minum kopi. Di masjid-masjid, kopi disajikan saat pertemuan ilmiah, diskusi keagamaan, atau dzikir bersama. Tradisi ini berkembang menjadi kedai kopi (qahwa house) yang menjadi pusat sosial dan intelektual masyarakat Muslim.
Larangan Kopi di Mekkah: Sebuah Kontroversi
Kopi Dianggap Mengganggu Tatanan Sosial
Pada awal abad ke-16, kopi mulai menuai kontroversi di Mekkah. Ulama konservatif dan pejabat pemerintahan setempat memandang kopi sebagai zat yang memabukkan atau mengubah perilaku. Mereka khawatir kopi menyebabkan masalah sosial, karena orang-orang berkumpul di kedai kopi untuk berdiskusi tentang politik, agama, dan filsafat. Aktivitas ini dianggap menyaingi khutbah-khutbah masjid dan mengancam stabilitas kekuasaan.
Fatwa dan Penutupan Kedai Kopi
Pada tahun 1511, wali kota Di Mekkah, Khair Beg, melarang konsumsi kopi dan menutup kedai kopi . Ia mengklaim bahwa kopi membuat orang gelisah, meningkatkan semangat pemberontakan, dan menimbulkan perilaku tidak Islami. Beberapa ulama bahkan membenarkan fatwa haram terhadap kopi.
Namun, pelarangan ini menimbulkan perdebatan luas. Banyak ulama dan tokoh intelektual menentangnya. Salah satunya adalah Al-Azhar dari Kairo yang menyatakan bahwa kopi tidak memabukkan dan tidak bertentangan dengan ajaran Islam.
Kopi Kembali Diterima: Intervensi Sultan Utsmaniyah
Larangan kopi di Mekkah tidak berlangsung lama. Pada 1524, Sultan Suleiman al-Qanuni dari Kekaisaran Utsmaniyah (Ottoman) mengintervensi setelah mendapat laporan dari para ulama yang pro-kopi. Ia memecat Khair Beg dan mencabut larangan tersebut. Sejak saat itu, kopi kembali legal dan bahkan menjadi simbol peradaban Islam.
Kedai kopi pun menjamur di seluruh dunia Islam, mulai dari Istanbul hingga Aljazair. Tempat ini tidak hanya berfungsi sebagai tempat minum, tetapi juga sebagai pusat diskusi intelektual dan kebudayaan.
Peran Kopi dalam Budaya Islam
Simbol Spiritualitas
Bagi kaum sufi, kopi bukan hanya minuman biasa. Ia adalah alat bantu spiritual. Di banyak tarekat, kopi disajikan sebelum atau selama dzikir dan majelis ilmu. Bahkan hingga kini, beberapa komunitas sufi di Timur Tengah masih menjaga tradisi ini.
Ruang Demokratis di Kedai Kopi
Kedai kopi dalam dunia Islam abad pertengahan menjadi ruang demokratis pertama yang memungkinkan berbagai kelas sosial berkumpul dan berdiskusi. Tak heran jika banyak penguasa merasa terancam oleh eksistensinya.
Kopi sebagai Komoditas Ekonomi
Seiring waktu, kopi menjadi komoditas penting dunia Islam. Yaman, terutama kota pelabuhan Mokha (Mocha). Hal ini menjadi pusat ekspor kopi ke Eropa dan Asia. Dari sinilah nama “Mocha” yang kita kenal sekarang berasal.
Kopi, Islam, dan Dunia Modern
Warisan Kopi dalam Dunia Barat
Ironisnya, minuman yang dulu sempat dilarang di kota suci kini menjadi simbol budaya barat modern, dari Starbucks hingga budaya “ngopi sambil kerja”. Tapi sejarah mencatat, kopi pertama kali dikenal Eropa lewat hubungan dagang dengan bangsa Muslim, khususnya melalui pelabuhan-pelabuhan Utsmaniyah dan Yaman.
Jejak Islam dalam Budaya Kopi Modern
-
Istilah “qahwa” masih hidup dalam bahasa Turki (“kahve”), Arab, dan Ethiopia.
-
Tradisi menyeduh kopi secara manual, seperti kopi Arab dan kopi Turki, masih dijaga sebagai bagian dari identitas budaya.
-
Di Indonesia sendiri, warisan Islam dalam budaya kopi tercermin dari sejarah masuknya kopi lewat ulama dan pedagang Muslim dari Yaman.
Kesimpulan
Kisah Kopi Lahir dalam sejarah Islam adalah cerminan bagaimana sebuah inovasi budaya bisa menjadi kontroversial, lalu diterima dan berkembang menjadi identitas global. Dari ritual malam para sufi di Yaman, ke larangan keras di Mekkah, hingga menjadi kebanggaan budaya dunia Islam, kopi telah melalui perjalanan panjang yang menarik.
kera4d
Tags: Kopi Lahir